Kamis, 01 Mei 2014

RENUNGAN* Imam Al-Ghazali




*RENUNGAN* Imam Al-Ghazali
╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-
Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya
Imam Ghazali = ” Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?
Murid 1 = ” Orang tua
Murid 2 = ” Guru
Murid 3 = ” Teman
Murid 4 = ” Kaum kerabat
Imam Ghazali = ” Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahawa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).
Imam Ghazali = ” Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?”
Murid 1 = ” Negeri Cina
Murid 2 = ” Bulan
Murid 3 = ” Matahari
Murid 4 = ” Bintang-bintang
Iman Ghazali = ” Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun keadaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama”.
Iman Ghazali = ” Apa yang paling besar didunia ini ?”
Murid 1 = ” Gunung
Murid 2 = ” Matahari
Murid 3 = ” Bumi
Imam Ghazali = ” Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.”
IMAM GHAZALI” Apa yang paling berat didunia? “
Murid 1 = ” Baja
Murid 2 = ” Besi
Murid 3 = ” Gajah
Imam Ghazali = ” Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.”
Imam Ghazali = ” Apa yang paling ringan di dunia ini ?”
Murid 1 = ” Kapas
Murid 2 = ” Angin
Murid 3 = ” Debu
Murid 4 = ” Daun-daun
Imam Ghazali = ” Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT . Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat
Imam Ghazali = ” Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? “
Murid- Murid dengan serentak menjawab = ” Pedang
Imam Ghazali = ” Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri
DIAM BUKAN BERARTI KALAH
╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-
Di suatu padepokan, ada seorang guru yang sangat dihormati karna tegas dan jujur.
Suatu hari, dua orang murid menghadap didedapannya.
Ia menjelaskan Bagaimana Mereka bertengkar hebat dan nyaris beradu fisik.
Keduanya berdebat tentang hitungan 3 x 7.
Murid pandai mengatakan hasilnya 21.
Murid bodoh bersikukuh mengatakan hasilnya 27.
Murid bodoh menantang murid pandai untuk meminta sang guru sebagai jurinya untuk mengetahui siapa yang benar di antara mereka.
Kata murid yg bodoh, ”Jika saya yang benar 3 x 7 = 27 maka engkau harus mau dicambuk 10 kali oleh guru kita, tetapi kalau kamu yang benar bahwa 3 x 7 = 21 maka saya bersedia untuk memenggal kepala saya sendiri ha ha ha …..!!” ujar Murid yang bodoh ini berani menantang demikian.
Dia sangat yakin dengan pendapatnya!
“Katakan guru, mana yang benar??” tanya murid bodoh, maklum belum mengerti sesungguhnya tentang hitungan dan hanya karna hal sepele hingga mengabaikan resiko yg besar dihadapannya.
Sang Guru berfikir,
Ternyata dengan bijak, sang guru memvonis cambuk 10 kali bagi murid yang pandai (orang yang menjawab 21).
Si murid pandai jelas saja protes keras setelah itu.
Sang guru menjawab, “Hukuman ini bukan untuk hasil hitunganmu, tapi karena kamu tidak bijaksana, Duh… mau-maunya berdebat dengan orang bodoh yang tidak tahu kalau 3×7 adalah 21!!”
Beliau melanjutkan,
“Lebih baik melihatmu dicambuk dan menjadi arif daripada harus melihat satu nyawa terbuang sia-sia!.. Biar nanti aku yg menjelaskan padanya soal kebenaran biar tdk ada kesalah pahaman..!!”
***
Apa Pesan moral dari kisah ini:
Yg berjiwa dewasa pasti memahami dengan menyikapi makna dari cerita?
Jika kita sibuk memperdebatkan sesuatu permasalahan yang tak berguna, berarti kita juga sama salahnya atau bahkan lebih salah daripada orang yang memulai perdebatan. Sebab, dengan sadar kita membuang waktu & energi untuk hal yang tidak perlu yg berujung pada sikap saling membenci hanya karna soal sepele,
Bukankah kita sering mengalaminya?
Debat itu biasa terjadi, baik dengan pasangan hidup, tetangga, atau rekan kerja. Namun Ada saatnya bagi kita, untuk diam dan menghindari perdebatan atau pertengkaran yang sia-sia.
Diam bukan berarti kalah, kan?
Mengalah bukan berarti kalah..??
Memang ini bukan hal yang mudah, tapi Anda sebaiknya untuk bijak menyikapi situasi dengan tidak berdebat pada orang yg tingkat pengetahuan belum labil memahami, atau teman maupun kerabat, yang tidak menguasai permasalahan.. Agar menghindari keretakan hubungan family yg lama terjalin, atau mengalah untuk menghindari musibah besar kedepannya

Memilih Teman Yang Baik
╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, karenanya hendaklah salah seorang diantara kalian mencermati kepada siapa ia berteman.”
[
Hadits hasan, riwayat Tirmidzi (no. 2387), Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833), Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan gharib]
Maka dalam pergaulan kita harus pandai-pandai dalam memilih teman yang baik, shalih/shalihah, yang benar-benar memberikan kecintaan yang tulus, selalu memberi nasihat, dan menunjukan kebaikan. Karena bergaul dengan orang-orang shalih/shalihah akan menjadikannya sebagai teman yang selalu mendatangkan manfaat dan pahala yang besar, juga akan membuka hati untuk menerima kebenaran. Maka kebanyakan teman akan jadi teladan bagi temannya yang lain dalam akhlak dan tingkah laku. Seperti ungkapan:
Janganlah kau tanyakan seseorang pada orangnya, tapi tanyakan pada temannya. karena setiap orang mengikuti temannya
Teman yang paling baik adalah apabila kamu melihat wajahnya, kamu teringat akan Allah, mendengar kata-katanya menambahkan ilmu agama, melihat gerak-geriknya teringat mati..’
Rasulullah bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalih/shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau menibeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap”.
(
Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)
Apakah ciri-ciri seorang sahabat yang baik?
Seorang bijak pandai berpesan kepada anak lelakinya: “Wahai anakku, sekiranya engkau berasa perlu untuk bersahabat dengan seseorang, maka hendaklah engkau memilih orang yang sifatnya seperti berikut:
Jika engkau berbakti kepadanya, dia akan melindungi kamu;
Jika engkau rapatkan persahabatan dengannya, dia akan membalas balik persahabatan kamu;
Jika engkau memerlu pertolongan daripadanya, dia akan membantu kamu;
Jika engkau menghulurkan sesuatu kebaikan kepadanya, dia akan menerimanya dengan baik;
Jika dia mendapat sesuatu kebajikan (bantuan) daripada kamu, dia akan menghargai atau menyebut kebaikan kamu;
Jika dia melihat sesuatu yang tidak baik daripada kamu, dia akan menutupnya;
Jika engkau meminta bantuan daripadanya, dia akan mengusahakannya;
Jika engkau berdiam diri (kerana malu hendak meminta), dia akan menanyakan kesusahan kamu;
Jika datang sesuatu bencana menimpa dirimu, dia akan meringankan kesusahan kamu;
Jika engkau berkata kepadanya, nescaya dia akan membenarkan kamu;
Jika engkau merancangkan sesuatu, nescaya dia akan membantu kamu;
Jika kamu berdua berselisih faham, nescaya dia lebih senang mengalah untuk menjaga kepentingan persahabatan;
Dia membantumu menunaikan tanggungjawab serta melarang melakukan perkara buruk dan maksiat;
Dia mendorongmu mencapai kejayaan di dunia dan akhirat.
Dan Ingatlah bahwa harga mahal yang harus dibayarkan oleh siapa saja yang mengaku cinta karena ALLAH adalah SALING MENASEHATI sebagaimana firman ALLAH dalam surat 103 Al-’Ashr
بسم الله الرحمن الرحيم
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1.
Demi masa.
2.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
3.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Hati-hatilah memilih kawan, kerana kawan boleh menjadi cermin pribadi seseorang. Berkawanlah karena Allah untuk mencari ridha-Nya.
Semoga kita bisa mendapatkan sahabat-sahabat yang membawa kebaikan untuk diri kita di dunia dan di akhirat.. Allahumma Amin

Hati Yang Terbaik
Image
Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,
يا كميل بن زياد القلوب أوعية فخيرها أوعاها للعلم احفظ ما أقول لك الناس ثلاثة فعالم رباني ومتعلم على سبيل نجاة وهمج رعاع اتباع كل ناعق يميلون مع كل ريح لم يستضيئوا بنور العلم ولم يلجئوا إلى ركن وثيق
“Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya 1/70-80).
Hati yang Terbaik
Wasiat khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu ini, adalah suatu wasiat yang terkenal di kalangan para ulama yang menjelaskan kategori manusia.
Setelah beliau menjelaskan bahwa hati manusia itu adalah bagaikan wadah, maka hati yang terbaik adalah hati yang dipenuhi dengan ilmu. Hati yang dipenuhi oleh pemahaman terhadap Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena mereka yang memahami Al Qur-an dan sunnah rasul-Nya adalah orang-orang yang dikehendaki oleh Allah ta’ala untuk memperoleh kebaikan sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari nomor 71 dan Muslim nomor 1037).
Pada sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, rasulullah menyebutkan lafadz خيرا yang berarti kebaikan dalam bentuk nakirah (indefinitif) yang didahului oleh kalimat bersyarat sehingga menunjukkan makna yang umum dan luas. Seakan-akan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mengatakan, jika Allah menghendaki seluruh kebaikan diberikan kepada seorang, maka Allah hanya akan memberikannya kepada para hamba-Nya yang Dia pahamkan terhadap agama-Nya. Karena seluruh kebaikan hanya Allah berikan bagi orang-orang yang mau mempelajari dan mengkaji agama Allah ta’ala.
Dari hadits di atas juga, kita dapat memahami bahwasanya mereka yang enggan mempelajari agama Allah ta’a a, maka pada hakikatnya mereka tidak memperoleh kebaikan.
Oleh karenanya, imam Ibnu Hajr Al Asqalani Asy Syafi’i tatkala menjelaskan hadits di atas, beliau mengatakan,
مَفْهُوم الْحَدِيث أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّه فِي الدِّين – أَيْ : يَتَعَلَّم قَوَاعِد الْإِسْلَام وَمَا يَتَّصِل بِهَا مِنْ الْفُرُوعفَقَدْ حُرِمَ الْخَيْر
“Konteks hadits di atas menunjukkan bahwa seorang yang tidak memahami agama, dalam artian tidak mempelajari berbagai prinsip fundamental dalam agama Islam dan berbagai permasalahan cabang yang terkait dengannya, maka sungguh ia diharamkan untuk memperoleh kebaikan” (Fathul Baari 1/165).
Sang Alim Rabbani
Kemudian khalifah ’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu menerangkan bahwasanya manusia terbagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama adalah عالم رباني seorang yang berilmu, mengajarkan, mendakwahkan dan menyebarkan ilmunya. Karena seorang alim rabbani adalah sebagaimana yang diterangkan oleh imam Mujahid rahimahullah ta’ala,
الرباني الذي يربي الناس بصغار العلم قبل كباره
”Ar Rabbani adalah seorang yang mengajari manusia hal-hal yang mendasar sebelum mengajari mereka dengan berbagai hal yang rumit.” (Tafsir Al Qurthubi 4/119).
Maka, seorang rabbani adalah seorang yang mengajarkan ilmunya. Maka dialah seorang yang selayaknya kita ikuti. Dialah seorang yang berilmu dengan ilmu yang benar yaitu yang berupa Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh imam Asy Syafi’i rahimahullah
كُلُّ الْعُلُوْمِ سِوَى الْقُرْآنِ مُشْغِلَةٌ إِلاَّ الْحَدِيْثَ وَ عِلْمَ الْفِقْهِ قِي الدِّيْنِ
اَلْعِلْمُ مَا كَانَ فِيْهِ قَالَ حَدَّثَنَا وَ مَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَسُ الشَّيَاطِيْنَ
Setiap ilmu selain Al Qur-an akan menyibukkan, kecuali ilmu hadits dan fiqih
Ilmu adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat ungkapan ‘Haddatsana’ (yaitu ilmu yang berdasar kepada wahyu)
Adapun ilmu selainnya, hal itu hanyalah bisikan syaithan semata (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).
Namun yang patut dicamkan oleh mereka yang berilmu adalah ilmu yang mereka ketahui dan ajarkan kepada manusia selamanya tidak akan bermanfaat hingga mereka mengamalkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مثل العالم الذي يعلم الناس الخير و ينسى نفسه كمثل السراج يضيء للناس و يحرق نفسه
“Permisalan seorang alim yang mengajari kebaikan kepada manusia namun melupakan dirinya (karena tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lilin yang menerangi manusia namun justru membakar dirinya sendiri.” (Al Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu nomor 10770 dengan sanad yang shahih).
Penuntut Ilmu di Atas Jalan Keselamatan
Jika kita bukan termasuk kategori yang pertama, maka hendaknya kita menjadi orang yang termasuk dalam kategori kedua, kategori yang beliau katakan sebagai متعلم على سبيل نجاة yaitu seorang yang mau belajar dan orang inilah orang yang berada di atas jalan keselamatan.
Maka benarlah apa yang beliau katakan, karena sesungguhnya seorang yang terus mau belajar adalah orang yang sedang meniti jalan menuju surga sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim nomor 2699).
Maka seorang yang selalu belajar dan belajar, maka dialah على سبيل نجاة orang yang berada di atas jalan keselamatan.
Hamajun Ra-a’ (Gembel yang Tidak Berguna)
Adapun orang yang selain kedua golongan ini. Maka hal ini adalah sesuatu yang memalukan dan sangat berbahaya.
Kata beliau mereka ini adalah orang-orang yang gembel dan tidak begitu berguna. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki sifat mengikuti setiap orang yang berkomentar dan mengikuti kemana arah angin bertiup.
Artinya, siapa saja yang memberikan komentar kepadanya, maka dia akan mengikutinya tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. Orang ini tidak memiliki pendirian, ketegasan sikap karena ia tidak memiliki ilmu. Maka dia adalah seorang yang bingung.
Maka beliau katakan bahwa orang ini layaknya seperti pohon yang mengikuti kemana arah angin bertiup. Itulah orang-orang yang tidak menjalani kehidupannya dengan cahaya ilmu, dengan cahaya firman Allah dan sabda rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang ini adalah orang yang tidak berada dalam posisi yang kokoh dan kuat sehingga ia adalah seorang yang cepat berubah dan tidak memiliki pendirian. Orang yang mengikuti apa saja yang dikatakan oleh orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Maka boleh jadi dan bisa jadi dia celaka dikarenakan hal tersebut.
Persis seperti kejadian yang terjadi di masa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada seorang yang terlempar dari untanya, maka kepalanya pun terluka. Namun pada malam hari, dia bermimpi sehingga dia memasuki pagi hari dalam kondisi junub. Akan tetapi ia tidak tahu bagaimana bersikap dikarenakan minimnya ilmu yang dia miliki. Akhirnya dia pun bertanya kepada orang yang berada di sampng kanan dan di samping kirinya. Apakah ia harus mandi untuk bersuci atau dia diperbolehkan bertayammum karena kepalanya terluka.
Ternyata dia bertanya kepada orang yang salah, sehingga dia memperoleh jawaban yang salah. Pihak yang ditanyai menyarankan bahwa dia tetap harus mandi karena tidak ada rukhshah (dispensasi) bagi dirinya. Akhirnya orang ini pun mandi, dan ia pun meninggal. Karena ketidaktahuannya tentang suatu hal yang mendasar bagi seorang muslim, yaitu bagaimana cara seorang muslim harus bersuci, kapan dia harus mandi dan bertayammum, akhirnya … keadaan naas pun menimpanya.
Demikian pula, seorang yang tidak menuntut ilmu agama pada hakekatnya dia bagaikan jasad yang tidak bernyawa. Hal ini dikarenakan ilmu agama adalah nutrisi bagi hati yang menentukan keberlangsungan hidup hati seorang. Seorang yang tidak memahami agamanya, dia layaknya sebuah mayat meski jasadnya hidup. Tidak heran jika al Imam asy Syafi’i rahimahullah sampai mengatakan,
مَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً تَجَرَّعَ ذُلُّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَ مَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ
Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar
Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya
Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda
Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).
Urgensi Menuntut Ilmu Agama
Wasiat Amir al-Mukminin, Ali radhiallahu anhu di atas pada dasarnya menghasung kita sebagai umat Islam untuk mempelajari agama ini dengan benar, karena diri kita sangatlah butuh akan ilmu agama ini.
Al Imam Ahmad rahimahullah mengatakan,
الناس محتاجون إلى العلم قبل الخيز و الماء لأن العلم محتاجون إليه الإنسان في كل ساعة و الخبز و الماء في اليوم مرة أو مرتين
“Manusia sangat membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan terhadap roti dan air, karena ilmu dibutuhkan manusia di setiap saat. Sedangkan roti dan air hanya dibutuhkan manusia sekali atau dua kali” (Al Adab asy Syar’iyyah 2/44-45).
Faktor yang membuat kita memahami urgensi menuntut ilmu syar’i di saat ini adalah jika kita mengamati realita keagamaan di sekitar kita. Jika kita mau mengamati, betapa banyak pada zaman sekarang orang-orang yang berbicara tentang agama Allah ini tanpa dilandasi dengan ilmu.
Mantan artis yang baru saja berkubang dengan kemaksiatan, kemudian merubah penampilan sehinga nampak shalih dijadikan ikon keshalihan dan dijadikan tempat bertanya mengenai permasalahan agama. Seorang yang tidak pernah mengenyam pendidikan agama secara formal, tidak memiliki background pendidikan agama, tidak tahu bahasa Arab, tidak menghafal al Qur-an begitupula tidak tahu-menahu mengenai hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimintai pendapatnya dalam permasalahan agama.
Sungguh benar apa yang disabdakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, beliau telah mensinyalir hal ini akan terjadi dalam sebuah haditsnya,
سيأتي على الناس سنوات خداعات يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة . قيل وما الرويبضة ؟ قال : الرجل التافه ؛ يتكلم في أمر العامة
“Akan datang tahun-tahun yang dipenuhi penipuan. Pada saat itu, seorang pendusta justru dibenarkan dan seorang yang jujur malah didustakan. Seorang pengkhianat malah dipercaya dan seorang yang amanah malah dikhianati. Pada saat itu, ar-ruwaibidhah akan angkat bicara. Para sahabat bertanya, “Apa ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Ar-rumwaibidhah adalah seorang yang (pada hakekatnya) dungu, namun berani bicara mengenai urusan umat.” (Ash-Shahihah nomor 1887).
Begitupula jika kita menyimak firman Allah yang mencela kebodohan seorang terhadap agama-Nya, maka kita akan memahami bahwa setiap muslim dituntut untuk mengetahui perkara agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٦)يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (٧)
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (Ar Ruum: 6-7).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
أي: أكثر الناس ليس لهم علم إلا بالدنيا وأكسابها وشؤونها وما فيها، فهم حذاق أذكياء في تحصيلها ووجوه مكاسبها، وهم غافلون عما ينفعهم في الدار الآخرة، كأن أحدهم مُغَفّل لا ذهن له ولا فكرة
“Maksudnya kebanyakan manusia tidak memiliki pengetahuan melainkan tentang dunia dan pergulatan serta kesibukannya, juga segala apa yang di dalamnya. Mereka cukup cerdas untuk mencapai dan menggeluti berbagai kesibukan dunia, tetapi mereka lalai terhadap urusan akhirat dan berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka di alam akhirat, seakan-akan seorang dari mereka lalai, tidak berakal dan tidak pula memikirkan (perkara akhiratnya)”
Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,
>والله لَبَلَغَ من أحدهم بدنياه أنه يقلب الدرهم على ظفره، فيخبرك بوزنه، وما يحسن أن يصلي
“Demi Allah, seorang dari mereka akan berhasil menggapai dunia, dimana ia bisa membalikkan dirham di atas kukunya, lalu dia mampu memberitahukan anda tentang beratnya. Namun dia tidak becus dalam mengerjakan shalat”
Dampak dari kebodohan terhadap agama Allah adalah berkurangnya keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang muslim yang ‘alim terhadap perkara agama akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang keridlaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap dirinya, dan begitupula ia akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang kemurkaan Allah sehingga ia dapat menjauhinya.
Berbeda halnya dengan seorang muslim yang tidak tahu perkara agama, karena ketidaktahuan dirinya dan sedikitnya ilmu agama yang ia miliki terkadang ia menerjang kemaksiatan, mendahulukan perkara-perkara yang tidak penting, atau rela menjual agamanya demi mendapatkan dunia. Dia tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah, sehingga terkadang orang yang jahil terhadap agama, akan menyembah Allah sekenanya saja, ia tidak terlalu mempedulikan apakah ibadah yang ia lakukan telah diterima oleh Allah.
Terkadang, dia beranggapan bahwa ibadahnya telah diterima, sehingga dirinya sangat minim untuk menginstropeksi berbagai amalan yang ia lakukan dan mengukurnya dengan barometer syari’at, dengan barometer yang ditetapkan oleh Allah ta’ala. Hal ini dikarenakan barometer yang ada pada dirinya telah terbalik.
Berdasarkan hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu agama merupakan sumber dari setiap kebaikan, sedangkan kebodohan terhadap agama ini merupakan sumber dari setiap keburukan.
Jika kita menyimak ayat-ayat Al Qur-an, maka kita pun akan menemukan bahwa berbagai bentuk kesyirikan –yang notabene adalah dosa terbesar- dan kemaksiatan bersumber dari ketidaktahuan seorang terhadap perkara agamanya. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (١٣٨)
“Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Rabb)” (Al A’raaf: 138).
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (٥٤)أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (٥٥)
“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?” “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)” (An Naml 54-55).
Coba anda perhatikan kedua ayat di atas, bukankah permintaan Bani Israil kepada nabi Musa ‘alaihis salam agar dibuatkan sesembahan (berhala) dan tindakan homoseks kaum nabi Luth berangkat dari ketidaktahuan mereka terhadap agama? Oleh karenanya, nabi Musa dan Luth menyatakan bahwa mereka adalah kaum yang jahil!
Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk menuntut ilmu agama. Siapa pun dia, apa pun profesinya wajib menuntut ilmu agama untuk menghadapi dan melepaskan diri dari berbagai fitnah yang akan dia temui di dunia.
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan umat beliau yang berjalan di atas sunnah beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar